“Mau Jadi Notaris Mudah Kok?”

  • Bagikan
DR. I Made Pria Dharsana, SH. Foto: [Istimewa]

Oleh I Made Pria Dharsana

Kenapa anda mau jadi Notaris? Karena saya ingin kaya raya. Mendengar jawaban salah satu calon anggota pada saat mengikuti wawancara ujian Kode Etik Notaris (UKEN) yang diselenggarakan oleh PP INI, sebagian kaget.

Dunia Notaris sangat diminati karena dapat membuat jadi kaya. Akan tetapi sebentar dulu.

Melihat perkembangan pendidikan Notaris dari awal tahun 80-90an, pendidikan spesialis hanya diselenggarakan oleh 6 Perguruan Tinggi Negeri di Jawa dan Sumatera. Pendidikan spesialis notaries yang dihasilkan Notaris betul-betul memberikan porsi mata kuliah praktek sehingga lulusannya pun tidak mudah dan sangat sedikit dari tahun ketahun, begitu juga pengangkatannya sangat selektif dengan pertimbangan jumlah bank, jumlah akta rata-rata notaries di daerah tersebut dan ditentukan formasi (lihat pasal 20 UUJN No. 30 tahun 2004), jika sudah penuh formasinya untuk masuk daftar tunggu.

Peraturan formasi di kota besar lebih berat lagi, mesti sudah praktek di daerah dulu lebih dari 3 tahun jika masuk ke Jakarta syarat-syaratnya lebih berat. Sebelum tahun 1998 (reformasi) hanya 3000 orang Notaris tetapi awal reformasi diangkat langsung sekitar 3000 orang Notaris lagi, dan total notaris di tahun 2018 berjumlah 18.000 orang. Perkembangan profesi Notaris yang kedudukannya menjadi lebih menarik dengan ditingkatkan dari spesialis menjadi Magister Kenotariatan (MKn).

Minat kampus-kampus baik negeri maupun swasta dalam menyelenggarakan pendidikan Mkn sehingga sekarang dari 6 Perguruan
Tinggi menjadi 41 Pendidikan Notariat (Prodi). Apabila masing-masing prodi
menamatkan 50 orang MKn per tahun maka akan ada 2000 MKn siap diangkat menjadi Notaris. Sesuai dengan Undang-undang Jabatan Notaris 30/2004 jo UUJN P 2/2014 seorang calon Notaris diharuskan melaksanakan magang selama 2 tahun.

Barulah dapat diangkat menjadi Notaris dengan umur minimal 27 tahun. Atas dasar pertimbangan apa ketentuan umur diatur,
padahal sekarang banyak yang bisa tamat Mkn umur 23 tahun.

Regulasi Pengangkatan Notaris

Notaris adalah pejabat umum yang diangkat dan diberhentikan oleh Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menjalankan sebagian kewewenangan Negara dalam pembuatan-pembuatan akta sebagai alat bukti yang tidak ditugaskan kepada pejabat lain (pasal 1 angka 1 UUJN)
dan tidak mendapat gaji dari Pemerintah.

Tetapi mendapatkan honorarium yang besarnya ditentukan oleh Undang-Undang. Notaris pension usia 65 tahun (pasal 9 ayat 1 huruf b) dan dapat diperpanjang selama 2 tahun (pasal 8 ayat 2). Untuk menjaga harkat martabat Jabatan Notaris dapat dijalankan
dengan baik sehingga akta yang dibuat/dihasilkan dapat menjadi alat bukti yang sempurna. Untuk kepentingan masyarakat banyak/termasuk dunia usaha, dan sesuai pasal 1868 KUHPerdata makanya Pemerintah mengatur pengangkatan, penempatan, pengawasan terhadap Notaris (pasal 2 UUJN).

Pengaturan tersebut mesti tidak dianggap Pemerintah mempersulit/menghalang-halangi orang untuk menjadi Notaris. Pemerintah, tentu mempunyai dasar-dasar pertimbangan yang matang dan bukan soal apakah mempersulit atau mempermudah seseorang menjadi Notaris. Jika kita berpikir holistic dan rasional pengaturan tersebut diperlukan untuk kepentingan profesi Notaris itu sendiri, agar dalam menjalankan profesi tidak memihak, professional, amanah itu idealnya sedangkan dalam prakteknya bisa terjadi banyak hal, persaingan yang tidak sehat, terjadi pelacuran profesi yang menjatuhkan harkat martabat jabatan profesi.

Sudah banyak kasus-kasus yang menimpa Notaris dituntut oleh para pihak dari akta yang dibuat/dimintakan untuk dibuat dihadapannya. Baik sebagai saksi terlapor dan semakin hari semakin banyak sebagai tersangka, hal ini bisa dilihat semakin seringnya ijin pemanggilan Notaris yang
dimohonkan kepada Majelis Kehormatan Notaris Wilayah. Dengan semakin
hari semakin banyak laporan masyarakat atas kinerja Notaris, apakah pemerintah harus berdiam diri?

Bagaimana juga peran PP INI dalam menangani jika ada anggotanya yang bermasalah?

Profesi Notaris sangat dihargai dan diberikan tempat terhormat oleh Negara, karena sangat dibutuhkan masyarakat dan dunia usaha. Produk aktanya dijadikan alat bukti bahkan alat bukti yang sempurna kecuali dapat dibuktikan sebaliknya. Setiap kebijakan pemerintah dibidang perbankan, otoritas jasa keuangan, PPATK, Koperasi, Bekraf, Pembangunan Perumahan, Pengesahan Badan Hukum dan Badan Usaha diwajibkan dengan akta Notaris. Jadi betapa beruntungnya profesi Notaris di Negara Republik Indonesia ini. Namun Pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia tentu tidak dapat menutup mata, membiarkan banyaknya laporan masyarakat terhadap Notaris.

Banyak Notaris-notaris yang kena masalah hukum dan banyak yang akhirnya masuk penjara. Apakah karena lalai, karena kesengajaan atau ketidaktahuannya dengan perkembangan baru ketentuan peraturan perundang-undangan sehingga perjanjian yang dituangkan dalam akta kadang bertentangan dengan Hukum dan Kesusilaan serta kepentingan
umum.

Jadi Notaris bukan menghasilkan akta yang copy paste. Entah seperti apa hasil akta dari waktu kewaktu Notaris tidak pernah mengupgrade diri, tidak belajar menambah ilmu apalagi jika dengan perubahan teknologi informasi, tentu lebih memudahkan Notaris mengikuti perkembangan Peraturan-peraturan baru yang dikeluarkan Pemerintah. Tetapi banyak juga memang Notaris yang gaptek, gagap teknologi, dan sibuk dengan dirinya
sendiri.

Dari ribuan lulusan 41 Prodi MKn, apakah seluruhnya mempunyai keterampilan membuat akta secara merata? Mempunyai kepandaian lulusan yang paripurna sehingga dalam praktek jadi Notaris sudah tidak akan
bermasalah. Jika kemampuan lulusan Prodi MKn masing-masing prodi tidak sama dimana tanggungjawab prodi-prodi tersebut? Apakah lepas tangan,? Pastilah tidak bisa begitu saja meluluskan MKn tanpa melihat kwalitas dan kebutuhan dunia Notaris dalam praktek. Tentu kampus-kampus pelaksana prodi Notaris menjalankan pendidikan melalui kurikulum, pengajaran, kwalitas dosen yang dapat dipertanggung jawabkan.

Disinilah tanggung jawab prodi-prodi MKn, tanggung jawab Dikti yang memberikan ijin penyelenggaraan prodi MKn. Kwalitas lulusan MKn harus ada standarisasi bukan hanya kwantitas. Karena dalam prakteknya akan dapat dibuktikan hasil lulusan prodi-prodi tersebut bukan dihitung dengan perhitungan ekonomi semata-mata. Betapa naifnya jika dunia pendidikan hanya menghitung dengan dasar ekonomi semata tanpa kendali bertanggungjawab terhadap
berlangsungnya profesi Notaris kedepan.

Dimana letak tanggung jawab PP
INI,?

PP INI tidak bisa begitu saja lepas tangan atas kwalitas anggotanya. Sementara dalam pelaksanaan pendidikan Notaris PP INI dan Kemenkumham tidak dapat turut campur, padahal kwalitas Notaris ditentukan dari pola pendidikan di kampus, walaupun saat mengajukan ujian prodi kepada Dikti kampus-kampus memohon rekomendasi kepada PP INI. Putusan MA membatalkan UPN Meminimalisir kasus-kasus yang menimpa Notaris tentu PP INI sebagai organisasi profesi Notaris satu-satunya tidak boleh berdiam diri, menjaga harkat martabat jabatan dengan baik, meningkatkan kemampuan profesi melalui upgrading secara teratur dan terus menerus dilakukan baik ditingkat pusat, wilayah dan daerah. Baik bagi Notaris-notaris yang sudah
praktek maupun calon Notaris. Ketentuan Magangpun menjadi salah satu sarana memberikan pelatihan-pelatihan, pendalaman dan antisipasi kepada calon-calon Notaris tempat magang, dimana dan siapa saja boleh menerima magang pun diatur dalam peraturan perkumpulan.

Program pembinaan dalam pelaksanaan etika profesi jadi tanggungjawab PP INI melalui Dewan Kehormatan Pusat agar perilaku Notaris betul-betul dapat menjaga kehormatan profesi etic of conduct. Melalui peraturan perkumpulan PP INI mengatur penerimaan calon anggota, diklat, magang dan ujian kode etik Notaris. Begitu juga merekomendasi dosen-dosen pengajar dan tempat magang calon Notaris. Sehingga diharapkan menghasilkan Notaris yang baik
dengan menjalankan profesi Notaris sesuai UUJN.

Pengaturan adanya peraturan perkumpulan yang dihasilkan melalui rapat pleno PP INI yang diperluas merespon dari perkembangan hukum dan ekonomi serta Peraturan Perundang-Undangan yang terkait dunia Notaris.

Peraturan perkumpulan sudah seharusnya dibuat, ditetapkan oleh perkumpulan dan ditaati oleh setiap anggota agar dalam menjalankan profesinya tetap memenuhi UUJN dan UUJN P.

Notaris adalah profesi kepercayaan, oleh karena itulah PP INI harus menerapkan aturan-aturan pada anggota-anggota Notaris terus menerus mendapat kepercayaan masyarakat dan Pemerintah. Jika ada anggota yang melanggar dan terkena kasus hukum mesti dapat dilakukan pembinaan,
pendampingan hukum. Begitu pula apabila ada anggota yang betul-betul melanggar etika profesi apalagi terjerat kasus hukum tidak segan-segan melalui DKP merekomendasi untuk memberikan skorsing, sampai kemudian pemecatan. Lebih baik memecat seorang anggota yang jelas-jelas melanggar, tidak mematuhi ketentuan perkumpulan apalagi melanggar hukum sehingga tidak merugikan seluruh Notaris, agar jangan kepercayaan masyarakat kepada Notaris menurun.

Koordinasi dan komunikasi antara PP INI sebagai induk organisasi Notaris dengan Kementerian Hukum pasti ada, apalagi tanggungjawab besar pada dunia Notaris dibebankan kepada INI oleh
Undang-Undang.

Analisa saya, ketika banyaknya lulusan prodi MKn yang kemudian menjadi Notaris, Kemenkumham menemukan kesulitan dalam mengatur pengangkatan dan penempatan Notaris-Notaris baru ditengah banyak adanya laporan hukum dari masyarakat kepada Notaris. Persoalan tersebut coba untuk diatasi dengan menyebabkan dikeluarkannya Permenkumham No. 25 tahun 2018 tentang Ujian Penerimaan Notaris (UPN). Awalnya malah bukan UPN tetapi uji kopetensi sebagai calon Notaris sebelum diangkat sebagai Notaris.

Apakah ini salah,? Apakah ini disebut mempersulit, memperpanjang
birokrasi pengangkatan Notaris,? Apakah dapat dituduh PP INI yang memberikan masukan kepada Kemenkumham agar jangan ada banyak Notaris Baru,?

Agar tidak banyak saingan bagi rekan Notaris senior. Ini tentu tuduhan yang sangat prematur apalagi tidak ada bukti hanya melihat dari sudut pandang yang apriori dan kepentingan yang sempit. Perkumpulan harus sebanyak-banyaknya mengambil peran dalam penataan dan penindakan, memberikan masukan-masukan baik diminta maupun tidak kepada Kementerian Hukum dan HAM secara khusus dan berkontribusi pada peningkatan pelayanan pada masyarakat akan memperlancar iklim investasi pada dunia usaha sebagaimana yang sedang dicanangkan oleh Pemerintah Jokowi-JK. Dengan kebijakan Kemenkumham; membaca, menimbang kemudian memutuskan Kemenkumham No. 25 tahun 2017 tentang Ujian Penerimaan Notaris (UPN).

Akan tetapi, peraturan tersebut dianggap mempersulit dan memperpanjang birokrasi pengangkatan
Notaris, maka MA membatalkan UPN tersebut.

Kita mesti terima dengan baik putusan MA tersebut karena bertentangan dengan UUJN. Tentu putusan MA yang membatalkan UPN tersebut kemudia menjadikan pemikiran-pemikiran dan pandangan kita bahwa betapa mudahnya menjadi Notaris. Karena dengan kemudahannya menjadi Notaris maka dapat kita tunggu Kemenkumham akankah mengangkat 2000 an bahkan bisa 3000 Notaris setiap tahunnya tanpa boleh membuat regulasi pengangkatan, penempatan terhadap Notaris yang diangkat. Yang berarti dalam 5 tahun kedepan aka ada 30.000 Notaris. Tentu ada yang akan pensiun, Apakah tidak akan ada persaingan yang tidak sehat, akan muncul pelanggaran-pelanggaran kode etik, pelanggaran hukum, apakah kemampuan Notaris-Notaris sudah semua setara, apakah tidak dengan demikian akan banyak muncul kasus-kasus hukum yang menimpa Notaris,?

Apakah Pemerintah dan PP INI tinggal diam,? Dan kita mau profesi Notaris akan hancur oleh karena kita sendiri..!!! Mari kita semua; Kemenkumham, Dikti, Prodi MKn serta PP INI, berpikir jernih agar profesi Notaris tetap berkembang baik.

Denpasar, 1 Oktober 2018

DR. I Made Pria Dharsana, SH

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *